kitab undang-undang
hukum pidana kita telah membuat “percobaan untuk melakukan kejahatan” atau
pogging tot misdrift itu sebagai
suatu perbuatan yang terlarang dan telah mengancam pelakunya dengan suatu
hukuman.
Hal tersebut dapat kita
ketahui dari ketentuan pidana seperti yang telah dirumuskan di dalam pasal 53
ayat (1) KUHP, yakni berbunyi sebagai berikut :

Yang artinya:
“percobaan untuk melakukan kejahatan itu dapat dihukum, apabila maksud
pelakunya itu telah diwujudkan dalam suatu permulaan pelaksanaan, dan
pelaksanaannya itu sendiri telah tidak selesai, dikarenakan masalah-masalah
yang tidak bergantung pada kemauannya”.
Pembentuk undang-undang
sendiri tidak memberikan penjelasan tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan
“percobaan” atau pogging itu, akan
tetapi ia telah menyebutkan sejumlah syarat yang harus dienuhi oleh seorang
pelaku, agar pelaku tersebut tidak menjadi dapat dihukum karena dapat
dipersalahkan telah melakukan suatu percobaan untuk melakukan suatu kejahatan
sebagai mana dimaksud dalam rumusan ketentuan pidana dalam pasal 53 ayat (1)
KUHP.
Satu-satunya penjelasan
yang dapat kita peroleh dari memorie van
toelichting mengenai pembentukan pasal 53 ayat (1) KUHP tersebut adalah
sebuah kalimat yang berbunyi :
“poging tot misdrift is dan de begonnen maar niet voltooide uitvoering van
het misdrift, of wel door begin van uitvoering gopenbarde wil om een bepald
misdrift te plegen.”
Yang artinya: “ dengan
demikian, maka percobaan untuk melakukan kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk
melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai akan tetapi ternyata tidak
selesai, ataupun suatu kehendak untu melakukan suatu kejahatan tertentu yang
telah diwujudkan di dalam suatu permulaan pelaksanaan “.
Adapun syarat-syarat
yang harus dipenuhi oleh seorang pelaku, agar pelaku tersebut menjadi dapat
dihukum karena telah melakukan suatu “ percobaan untuk kejahatan “ seperti
diatas itu adalah :
1. Adanya
maksud atau voornomen, dalam arti
bahwa orang itu haruslah mempunyai suatu maksud atau suatu voornemen untuk melakukan suatu kejahatan tertentu;
2.
Telah adanya suatu permulaan
pelaksanaan atau suatu begin van
uitvoering, dalam arti bahwa maksud orang tersebut telah ia wujudkan dalam
suatu permulaan untuk melakukan kejahatan yang ia kehendaki;
3. Pelaksanan
yang ia kehendaki tidak selesai disebabkan oleh masalah yang tidak tergantung
pada kemauannya, atau dengan perkataan lain tidak selesainya pelaksanaan untuk
melakukan kejahatan yang telah ia mulai itu haruslah disebabkan oleh
masalah-masalah yang berada diluar kemauannya sendiri.
sekian semoga bermanfaat mohon maaf jika blog ini masih memiliki banyak kekurangan.....[]
Lamintang dkk. dasar-dasar hukum pidana di Indonesia. Jakarta; Sinar Grafika
0 komentar:
Posting Komentar